Rabu, 04 Juni 2008

WAJAH SI KECIL MIRIP AYAHNYA


Bagaimana rupa, proporsi tubuh, sifat, dan bakat si kecil dapat dipengaruhi faktor keturunan. Tentu tidak 100 persen, karena lingkungan pun berpengaruh cukup besar.


"Duh, sebel, deh, mosok cuma hidungnya aja yang mirip aku, sementara matanya, bibirnya, hidungnya mirip bapaknya. Kulitnya juga putih kayak bapaknya," ujar Ibu Indra sambil menunjukkan putrinya yang baru lahir kepada para kerabat dan teman yang menjenguknya di kamar perawatan sebuah rumah bersalin. Namun tentu saja Ibu Indra tak benar-benar sebel, karena nada suaranya terdengar riang dan wajahnya pun cerah-ceria.


Memang, hal pertama yang kerap "dipersoalkan" ketika seorang anak dilahirkan adalah kemiripannya dengan orang tua, dari wajah sampai warna kulit, gemuk atau kurus, pendek atau panjang (tinggi). Yang jadi pertanyaan, kenapa, kok, si kecil sampai mirip banget dengan salah satu orang tuanya? Kita juga sering, kan, bertanya, kok, anakku yang ini mirip banget sama bapaknya, ya. Atau, kok, si bungsu mirip dengan ibunya.


Menurut Dr. Singgih Widjaya, kemiripan tersebut dipengaruhi gen orang tua. Bukankah suatu kehidupan dimulai ketika dua sel, yaitu sel sperma dan sel telur bergabung menjadi sebuah sel baru? "Seorang bapak dapat menyediakan 300 juta sel sperma. Masing-masing sperma berisi gen-gen pengendali keturunan. Nah, gen-gen inilah yang nantinya akan menurunkan ciri-ciri sang bapak pada bayinya." Begitu juga sel telur ibu, yang mengandung sekitar 30 ribu gen ini, akan menurunkan "sesuatu" pada anaknya.


Dengan kata lain, sebagaimana dijelaskan Genetic Counselor di RSAB Harapan Kita, Jakarta, ini, gen adalah pembawa sifat manusia. "Gen akan menentukan apakah seseorang akan berkulit hitam atau putih, rambutnya cokelat atau merah, bentuk matanya sipit atau bulat besar."


SIAPA LEBIH DOMINAN?


Namun, perlu diingat Bu-Pak, karena hanya salah satu sperma diantara jutaan sperma yang membuahi sel telur, maka bayi yang dilahirkan akan memiliki susunan gen yang berbeda dengan bapak-ibunya. Akibatnya, si anak tak akan persis sama dengan orang tuanya. Ia bisa saja memiliki sifat yang merupakan gabungan dua gen yang berasal dari ayah dan ibunya. Atau bisa juga sifat yang diperlihatkan berasal dari satu gen, bisa dari ayah atau ibu.


Mana dari kedua sifat itu yang menonjol seringkali dapat diketahui. Hal ini disebabkan salah satu gen dari setiap pasangan selalu mendominasi yang lainnya. Misalnya, seorang pria Indonesia yang bermata cokelat menikah dengan wanita Eropa bermata biru. Maka kemungkinan terbesar keturunannya akan bermata cokelat karena mata cokelat dikatakan dominan sedangkan biru resesif. Sama juga halnya dengan pria berambut ikal yang menikahi wanita berambut lurus. Kemungkinan besar hasilnya si anak akan memiliki rambut ikal karena rambut ikal lebih dominan terhadap rambut lurus.


"Dengan kata lain kemiripan wajah anak dengan salah satu orang tuanya ditentukan oleh gen mana yang lebih dominan." Misalnya, bila orang Asia menikah dengan orang bule (orang kulit putih, Red), maka anaknya akan lebih menyerupai bule karena karena gen orang bule itu lebih kuat. Namun bila orang bule menikah dengan orang berkulit hitam, maka gen berkulit hitamlah yang akan dominan. "Jadi, misalnya, seorang pia yang berkulit hitam menginginkan anaknya agak putih dengan mengawini wanita berkulit putih, anaknya bisa jadi akan tetap hitam karena warna hitam ini sangat kuat," ujar ahli gen yang berpraktek di klinik Johar ini.


LINGKUNGAN BERPERAN


Jika untuk fisik, seperti hidung pesek-mancung, rambut hitam-cokelat, mata bulat-sipit, ditentukan sebagian besar oleh gen, maka tidak demikian jika sudah menyangkut hal-hal yang berbau nonfisik atau sifat dan kepribadian. Dalam hal tersebut gen bukan satu-satunya yang menentukan sifat dan kepribadian manusia secara utuh, lo. Dulunya memang beberapa filsuf mempunyai pandangan bahwa manusia sudah diprogram dari rahim melalui susunan genetik yang didapat dari kedua orang tua. Dengan kata lain faktor keturunanlah yang memegang peranan dalam membentuk kepribadian seseorang. Tapi hal ini bertentangan dengan pendapat John Locke, seorang filsuf dari Inggris, berpendapat bahwa seorang manusia dilahirkan dengan pikiran yang berupa tabula rasa seperti papan tulis yang putih bersih tanpa kemampuan atau pengetahuan bawaan yang tertulis di atasnya. Segala watak manusia, menurut Locke, seluruhnya merupakan hasil pengalaman atau hasil interaksinya dengan lingkungan.


Seiring dengan kemajuan zaman, aku Singgih, para ahli gen mengambil jalan tengah. Manusia menunjukkan perilaku tertentu karena adanya semacam interaksi antara faktor keturunan dan lingkungan. Saking eratnya faktor keturunan dan lingkungan ini berhubungan sampai-sampai perbandingan efeknya pada seseorang tidak bisa dihitung dengan pasti apakah 50 persen: 50 persen ataukah 90 persen : 10 persen atau angka lainnya.


"Misalnya, sifat ayah atau ibu itu bisa menurun pada anak. Tapi sifat itu juga dipengaruhi multifaktor. Misalnya, bagaimana caranya si anak hidup atau bagaimana lingkungannya. Dengan kata lain sifat itu enggak hanya dipengaruhi gen bapak ibunya saja. Bila si bapak memiliki sifat pemarah, anaknya belum tentu pemarah juga. Bisa karena sifat ibunya yang sabar yang lebih dominan. Atau juga karena anak itu hidup di lingkungan yang penuh dengan orang yang sabar," jelasnya panjang lebar.


Begitu juga dengan bakat seni. Ambil contoh saja keluarga Johan Sebastian Bach, komponis musik klasik terkenal. Bila dilihat dari silsilah keluarganya, ternyata Johan Sebastian memiliki ayah yang juga pemusik. Begitu juga keempat saudaranya. "Bakat musik dipengaruhi oleh gen. Tapi jangan lupa lingkungan juga harus mendukung. Misalnya, bila seorang bapak adalah pemusik lalu dia memiliki gen dominan, maka anaknya kemungkinan akan memperoleh gen tersebut. Apalagi bila si bapak sering memutar musik yang ia sukai, klasik, misalnya, maka anaknya akan sering mendengar jenis musik itu. Sehingga ia juga akan menyukai musik klasik," kata Singgih.


Contoh lain yang menyangkut fisik yang tidak selalu mutlak tergantung pada gen, diantaranya tinggi atau pendeknya tubuh seseorang. Seorang anak dari ibu yang berperawakan pendek dan bapak yang berperawakan sama mungkin akan berperawakan tinggi karena tinggi tubuh seseorang dipengaruhi banyak faktor. "Bila ibunya pendek bapaknya pendek anaknya bisa jadi akan pendek, tapi bisa juga ia akan tinggi. Karena tinggi juga dipengaruhi oleh enviroment, faktor gizi nutrisi, vitamin atau pernah atau tidak si anak sakit." Contohnya orang yang tumbuh ketika jaman Jepang ya... pendek-pendek. Lain dengan generasi sekarang, banyak anak tinggi-tinggi karena memperoleh gizi yang optimal.


PEMBAWA SIFAT


Uniknya, kadang kala si kecil tidak mirip bapak atau ibu, malah mirip kakek atau neneknya. Bagaimana ini bisa terjadi? "Karena gen kakek atau neneklah yang lebih dominan. Orang tua anak tersebut hanya sebagai pembawa sifat saja atau carrier lalu diturunkan pada anaknya." Ini seperti seseorang yang mengidap penyakit asma. Bila kakek, katakanlah, mengidap penyakit asma. Anaknya belum tentu akan mengidap penyakit tersebut karena mungkin asma itu tidak berhasil menembus pertahanan si anak. "Tapi si anak ini disebut carrier atau pembawa sifat penyakit asma. Jadi bisa saja cucunya yang terkena penyakit tersebut," jelas Singgih.


Contoh lain, penyakit hemofilia. Seperti diketahui hemofilia adalah penyakit yang mengakibatkan darah tak dapat membeku. Penyakit ini diturunkan oleh gen yang terdapat hanya dalam kromosom X, bukan dalam kromosom Y. Dengan kata lain wanita hanyalah pembawa sifat penyakit ini, sedangkan laki-laki sebagai pengidapnya. "Bila seorang ibu merupakan pembawa sifat hemofilia maka anaknya yang laki-laki memiliki kemungkinan 50 persen akan mengidap hemofilia juga," kata Singgih.


Nah, mengingat gen ini juga menurunkan hal-hal yang negatif, seperti penyakit, berarti calon bapak-ibu perlu konseling genetik untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. "Asalkan selama konseling tidak ada yang disembunyikan dari kedua belah pihak, maka bisa dhindari kemungkinan-kemungkinan yang tak diharapkan, seperti munculnya penyakit thalassemia, cacat mental, dan sebagainya." Nah, bila sejarah pasangan itu ada yang tak beres, konseling perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan darah atau kromosom.

Faras Handayani (nakita)


MELACAK AYAH KANDUNG LEWAT DNA


Cukup sering, kan, kita mendengar ada tes DNA untuk membuktikan kasus siapa ayah kandung seseorang. Apa, sih, DNA? DNA, singkatan dari deoxyribonucleic acid merupakan molekul yang membentuk gen. "Molekul DNA terdiri dari empat basa yaitu guanin, sitosin, adenin dan timin serta gula dan fosfat," ujar Dr. Singgih. Sifat yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya disimpan dalam keempat macam basa tersebut. Uniknya pada setiap manusia memilki kombinasi DNA yang akan berbeda satu dengan yang lain. Namun DNA anak dengan DNA orang tua akan sama karena pada proses pembuahan, DNA orang tua harus membelah diri dan menghasilkan replika dirinya pada sel si anak. Karena itulah, untuk mengetahui siapa ayah dari seorang anak dengan mengambil contoh DNA merupakan satu cara yang paling akurat.


LAKI-LAKI ATAU PEREMPUAN


Gen adalah pembawa sifat atau faktor sifat keturunan yang terdapat pada kromosom. Seperti diketahui di dalam tubuh manusia terdapat sel yang jumlahnya mencapai 100 ribu trilyun. Pada setiap sel di dalam tubuh tadi ada inti sel yang di dalamnya memuat butir-butir benang yang disebut kromosom yang jumlahnya 23 pasang.


Kromosom nomor 23, menurut Dr. Singgih adalah sepasang kromosom kelamin yang dikenal dengan X dan Y. Wanita memiliki dua kromosom X sedangkan pria memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y. Nah, terciptanya kehidupan baru berasal dari bertemunya sel sperma dan sel telur. Ini berarti pada setiap sel telur wanita terdapat 22 pasang kromosom dan dua kromosom X. Sedangkan pada setiap sel sperma terdapat 22 pasang kromosom dan satu X atau 22 plus satu Y. "Pada waktu pembuahan jenis kelamin bayi tergantung dari kromosom sel sperma mana yang membuahi sel telur. Bila kromosom Y yang membuahi sel telur berarti yang lahir akan bayi laki-laki. Tapi, bila X maka akan lahir bayi perempuan."


Saat ini memang sudah ada teknik pemisahan kromosom X dan Y sebelum pembuahan. Kemudian yang "disuntikkan" hanya kromosom yang sesuai dengan jenis kelamin anak yang diinginkan, misalnya, hanya kromosom X yang dimasukkan agar anaknya perempuan. Memang teknik ini tidak menjamin 100 persen keberhasilan. "Sementara dalam pembuahan bayi tabung, jenis kelamin relatif mudah dipilih karena dari berjuta-juta sel sperma kita dapat memilih mana yang mau membuahi sel telur," ujar Singgih.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

mbak,ada yang bilang
seorang ayah lebih suka anaknya mirip dia daripada mirip kelakuannya yahh?

Rhiena mengatakan...

Sebenarnya sih mirip siapa saja (ibu maupun bapaknya) gak masalah yang penting jangan diambil sifat buruknya..semoga yg diambil sifat baik2nya saja yah mba, he3x....